HOBBY AYAM – Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, di sebuah sudut Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, hidup seorang pria yang setia memelihara warisan budaya Jawa: ayam jago. Bukan sekadar hobi, bagi Kuswanto—yang akrab disapa Pak Ateng—kecintaannya pada ayam jago adalah bagian dari perjalanan hidupnya. Sebuah kisah yang dimulai sejak ia masih duduk di bangku sekolah dasar, sekitar tahun 1988.
“Saya senang ayam sejak kecil. Awalnya cuma buat mengisi waktu luang, lama-lama malah jadi kesenangan yang sulit dilepaskan,” ujar Pak Ateng saat ditemui di kandangnya yang luas pada Selasa (14/5/2025), sambil memandikan ayam jagonya dengan penuh kelembutan.
Ayam-ayam miliknya tak hanya dipelihara, tetapi juga dirawat dengan penuh cinta. Ia tak sendirian. Sejumlah orang kepercayaan membantunya mulai dari memandikan, menjemur, hingga memasukkan ayam ke dalam umbaran. Bagi mereka yang menggeluti dunia ayam jago, ini bukan hal asing. Perawatan ayam laga memang memerlukan ketelatenan dan kesabaran luar biasa.
Kini, koleksi ayam Pak Ateng telah mencapai sekitar 30 ekor. Ia bahkan sudah mulai beternak sendiri, khususnya jenis mangon ori yang indukannya langsung diimpor dari luar negeri. Beberapa betina ia silang dengan ayam lokal untuk menjaga ketahanan dan kualitas darahnya. Meski demikian, ia mengaku belum pernah mengikuti kontes laga ayam.
“Kalau untuk kontes, saya belum pernah. Sekarang masih fokus ternak dulu. Sementara ini juga belum dijual, masih tahap pengembangan,” katanya.
Berbicara soal biaya, Pak Ateng hanya tertawa ringan. Ia tidak pernah menghitungnya secara rinci. “Namanya juga hobi, dan hobi itu mahal, Mas. Jadi ya kita jalani saja. Hitung-hitungan biayanya gak bisa dikalkulasi,” ucapnya sambil tertawa lepas.
Apa yang dilakukan Pak Ateng bukan sekadar memelihara ayam. Ia merawat warisan budaya yang telah hidup ratusan tahun di tanah Jawa. Dalam banyak cerita rakyat, ayam jago bukan hanya binatang peliharaan, tapi simbol keberanian, kehormatan, hingga pertarungan harga diri. Bahkan, tak sedikit raja-raja Jawa dulu yang memelihara ayam jago kesayangan dan memberi mereka nama seperti layaknya manusia.
Di era serba digital ini, kesetiaan Pak Ateng pada ayam jagonya menjadi napas segar. Sebuah pengingat bahwa ada nilai-nilai tradisional yang masih dijaga dan dirawat dengan penuh cinta. Bahwa menjadi pria sejati tak hanya soal keberanian, tapi juga kesabaran, ketekunan, dan rasa tanggung jawab pada apa yang kita cintai—meski itu seekor ayam.
“Yang penting sabar, telaten. Apalagi kalau sudah keluar biaya mahal terus ayam sakit… ya pusing, Mas,” ucapnya, setengah bercanda.
Dari Pak Ateng, kita belajar bahwa hobi, bila dijalani dengan hati, bisa menjadi jalan untuk melestarikan budaya, membentuk karakter, sekaligus membangun relasi yang tulus dengan makhluk hidup. Sebab, sejatinya cinta itu bukan soal besar atau kecilnya makhluk yang dicintai—tapi seberapa besar kita merawatnya. (Sony)
Comment